Kompleksitas beragam masalah yang ada pada dunia pendidikan nasional memang tidak ada habisnya. Tenaga dan fikiran terus dikuras demi menemukan solusi atas setiap problematika pendidikan yang berlangsung dari waktu ke waktu. Tentu ini bukanlah hal yang sepele, karena kualitas pendidikan nasional adalah cerminan kualitas generasi muda yang akan mengarahkan masa depan bangsa. Diperlukan perbaikan dari berbagai sisi pendidikan saat ini.
Jika ditelaah prestasi anak Indonesia di bidang akademis dan kualitas akhlaknya, saat ini ternyata masih tertinggal jauh dari negara-negara lain. Di kawasan Asia Tenggara saja kita masih kalah dengan Malaysia dan Singapura, dua negara yang banyak belajar dari Indonesia pada masa awal kemerdekaannya. Namun kini, justru pendidikan di Indonesia yang tertinggal jauh dari mereka. Mengapa bisa demikian? Tentu karena ada yang salah dengan pendidikan di negara kita yang harus segera diperbaiki.
APA YANG SALAH DENGAN PENDIDIKAN NASIONAL?
Demi memperbaiki kualitas pendidikan nasional, pemerintah telah menganggarkan 500 triliun yang dibarengi dengan upaya peningkatan kesejahteraan guru, namun nyatanya hal ini belum mampu mendongkrak kualitas peserta didik di tanah air.
Menurut beberapa pengamat dunia pendidikan nasional, didapati adanya masalah mendasar yang telah lama terjadi namun belum tersolusikan dengan baik, yakni masalah terkait kurikulum, teknologi dan public figure.
Di masa pandemi, memang pemerintah memberikan kelonggaran terkait kurikulum apa yang hendak digunakan oleh sebuah lembaga pendidikan. Menurut Direktur Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus, Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Dr. Samto, mengungkapkan bahwa penggunaan kurikulum sangat bervariasi. Ada yang menggunakan kurikulum PJJ, kurikulum nasional, maupun kurikulum mandiri. Setiap lembaga pendidikan dari berbagai jenjang, mulai dari PAUD, hingga Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) serta Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) bebas menggunakan kurikulum tersebut sesuai kondisi masing-masing.
Namun, terlepas dari kebijakan kelonggaran kurikulum di masa pandemi ini, yang terpenting untuk diperhatikan adalah kualitas keseluruhan kurikulum pendidikan yang selama ini dijalankan. Banyak pengamat pendidikan nasional yang menilai bahwa kurikulum pendidikan nasional yang dijalankan selama ini belumlah rapi karena seringkali mengalami pergantian yang sejalan dengan pergantian pemerintah, sehingga kurikulum yang tadinya diterapkan belum dapat dilakukan secara menyeluruh, namun sudah harus diganti lagi. Setidaknya sudah terjadi 11 kali pergantian kurikulum di dunia pendidikan Indonesia, dimana keseluruhan kurikulum tersebut masih berbasis sistem Lower-Middle Order Thinking Skills (LEMOTS) yang kurang mengunggulkan daya nalar dan sisi kritis siswa. Padahal, negara-negara lain dengan kualitas pendidikan yang baik telah lama menggunakan kurikulum pembelajaran berbasis penguasaan serta teknik penyelesaian masalah dalam sistem Higher Over Thinking Skills (HOTS) dalam teori ‘Taksonomi Bloom’, yakni sebuah sistem belajar yang diperkenalkan oleh seorang tokoh pendidikan bernama Benjamin Bloom.Gagap teknologi nyatanya masih menjadi masalah besar bagi dunia pendidikan nasional saat ini. Salah satu hal yang cukup disayangkan, dimana masih banyak staf sekolah, guru atau tenaga pendidik, siswa serta wali siswa yang belum menguasai teknologi secara baik. Hal ini pun semakin nampak nyata di masa pademi yang mengharuskan proses pembelajaran dilakukan dengan banyak menggunakan teknologi. Kurang menguasai cara penggunaan instrumen teknologi, tidak mengetahui banyak informasi terkait pendidikan secara digital, serta tidak meratanya infrastruktur teknologi informasi membuat proses Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) tersengal-sengal dengan hasil yang jauh dari kata optimal.
Masalah implementasi teknologi pada dunia pendidikan yang semula disepelekan kini mau tak mau harus menjadi prioritas, karena jika ingin pendidikan maju seperti di negara lain yang sudah lebih dahulu akrab dengan teknologi pendidikan, maka tidak ada jalan lain selain melakukan akselerasi digitalisasi dunia pendidikan.Salah satu kenyataan miris yang masih lazim dijumpai di dunia pendidikan nasional saat ini adalah tidak adanya public figure yang menginspirasi setiap siswa untuk memperbaiki kualitas belajar dan sikapnya. Hal ini tentulah sangat penting karena tujuan utama pendidikan nasional mengarah pada sisi akademis sekaligus pembentukan akhlak atau sikap atau karakter peserta didik.
Mengharuskan siswa untuk duduk manis sambil mendengarkan guru yang menyampaikan materi dan harus menerima begitu saja seluruh hal yang disampaikan guru, ditambah sikap dan kepribadian guru yang tidak sejalan dengan teori yang disampaikan pada siswa akan semakin membuat siswa kehilangan tokoh panutan dalam dunia pendidikan. Belajar menjadi tidak menyenangkan, sekedar kewajiban yang seringkali enggan untuk ditunaikan. Untuk itu, penting untuk menyeimbangkan sisi akademis dan sikap atau karakter seluruh komponen yang ada di lingkungan pendidkan. Bukan hanya siswa saja, guru juga memerlukan upgrade diri.FEDU.iO SEBAGAI SOLUSI DUNIA PENDIDIKAN MASA KINI
Dari ketiga masalah utama dunia pendidikan yang paling mendasar tersebut diperlukan penanganan sesegera mungkin dengan solusi yang mampu mengatasinya sekaligus. Manfaatkan FEdu.iO yang mudah digunakan dan telah dibekali fitur-fitur lengkap dan sesuai kebutuhan dunia pendidikan masa kini. Dengan FEdu.iO guru atau tenaga pendidik beserta pihak sekolah dapat dengan mudah menyusun kurikulum dan melakukan proses kegiatan belajar mengajar yang lebih efektif untuk setiap siswa sesuai perkembangan dunia pendidikan saat ini, baik secara PJJ, PTM, ataupun Hybrid. Penerapan dan evaluasi muatan karakter siswa pun juga akan menjadi lebih mudah dengan menggunakan FEdu.iO. Didukung pula dengan kemudahan komunikasi antara pihak sekolah, siswa dan orangtua, menjadikan FEdu.iO pilihan tepat bagi seluruh lembaga pendidikan untuk membantu menyelaraskan akselerasi kualitas akademis dan karakter siswa dengan pemanfaatan teknologi yang tepat guna.