Ghosting, sebuah istilah yang saat ini tengah booming di berbagai platform media sosial. Apa sih Ghosting? Ghosting bisa dikatakan sebagai tindakan menjauh, menghilang, atau lenyap begitu saja tanpa adanya pemberitahuan di awal maupun kabar berupa pembicaraan langsung maupun pesan singkat, bahkan dihubungi pun tak bisa. Ini dilakukan bisanya dikarenakan pelaku ghosting ingin mengakhiri sebuah hubungan tanpa adanya drama, pertengkaran, perdebatan mana yang benar dan mana yang salah, teriakan, penjelasan rumit yang begitu menguras emosi, waktu, pikiran dan tenaga. Singkatnya, ingin mengakhiri hubungan dengan cepat dan damai menurut pihak yang melakukan ghosting.
Nyatanya, tindakan ghosting tidak hanya dilakukan terbatas pada hubungan asmara, namun sering juga terjadi pada hubungan pertemanan bahkan pekerjaan. Ghosting kerja tanpa one month notice sering kali dilakukan karyawan yang baru menyepakati kontrak kerja tiba-tiba tidak hadir di hari pertama kerja, atau menghilang di tengah-tengah masa training, bahkan karyawan yang sudah mengabdi lama seketika lenyap tanpa kabar sedikit pun. Nah, Anda yang seorang karyawan pernah tidak melakukan ghosting ke perusahaan? Lalu, Anda yang seorang atasan atau pemilik usaha sudah berapa kali jadi korban ghosting yang dilakukan oleh karyawan?
Perlu diketahui, bahwa ada banyak faktor yang bisa menyebabkan karyawan melakukan Ghosting kerja, seperti:
1. Lingkungan kerja yang tidak aman
Meski pemerintah telah memberi arahan dan aturan tentang keamanan lingkungan kerja, terutama bidang kerja yang memiliki risiko kecelakaan fisik yang tinggi, seperti transportasi, logistik, proyek pembangunan dan sebagainya, namun kenyataan di lapangan masih ada saja perusahaan yang tidak mematuhinya. Wajar, jika kemudian ada karyawan baru atau karyawan lama yang angkat kaki, dan mencari tempat kerja lain yang mematuhi standar keamanan dan keselamatan kerja demi ketenangan saat bekerja.
2. Budaya kerja yang kurang sehat dan tidak nyaman
Kenyamanan kerja turut menunjang karyawan. Jika memiliki atasan yang tidak bijak dan rekan kerja yang tidak profesional, atau sering terjadi konflik antar karyawan, maka ini akan menimbulkan rasa tidak nyaman dan mengusik hati karyawan untuk segera meninggalkan tempat kerjanya.
3. Kualitas SDM yang kurang
Suasana kerja yang serius tapi santai menjadi idaman para karyawan. Ada sedikit tawa di dalamnya (ini berlaku di jam istirahat saja ya..) karena di jam kerja harus 100% fokus dan serius dalam menunaikan setiap tugas kerja yang diberikan agar dapat meminimalisir kesalahan dan meningkatkan output kerja yang maksimal. Tapi hal ini akan sulit dilakukan bagi karyawan dengan kualitas mental yang kurang. Mau diberi fasilitas seperti apapun oleh perusahaan kalau dasar kualitas dirinya kurang maka karyawan seperti ini akan cenderung mengisi hari-harinya dengan keluhan dan berakhir dengan tindakan menghilang tanpa jejak.
Apapun alasannya, mari kita sudahi drama ghosting kerja ini! karena secara hukum maupun etika kerja, tindakan ini sama sekali tidak bisa dibenarkan. Ghosting kerja harus dihindari karena sangat membahayakan dan merugikan kedua belah pihak, baik bagi karyawan maupun perusahaan.
Kerugian bagi karyawan yang melakukan ghosting kerja:
Karyawan yang resign dengan tidak hormat tidak akan mendapatkan surat rekomendasi kerja, padahal surat ini sangat dibutuhkan untuk melamar kerja di perusahaan lain jika menyertakan pengalaman kerja sebelumnya yang bermanfaat sebagai bahan pertimbangan diterima kerja. Jangan anggap remeh HRD ya, karena biasanya HRD memiliki link ke HRD di berbagai perusahaan lain. Karyawan yang suka melakukan ghosting bisa langsung masuk blacklist dan jadi pertimbangan bagi perusahaan lain yang akan meng-hire. Apalagi kalau tanpa disadari Anda melamar ke anak perusahaan sebelumnya, wah bisa gawat nih.
Surat rekomendasi kerja saja tidak didapat, apalagi sisa gaji? Yang ada justru karyawan pelaku ghosting atau mangkir bisa dikejar untuk membayar denda karena hal ini sudah diatur dalam UU ketenagakerjaan.
Berdasarkan Undang - Undang Ketenagakerjaan (UUK) 13/2003 pasal 168 ayat 1 terdapat penjelasan yaitu: “Pekerja/buruh yang mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis dapat diputus hubungan kerjanya karena dikualifikasikan mengundurkan diri”
Bagi perusahaan yang menjadi korban ghosting oleh karyawannya tentu akan mengalami kerugian pada banyak hal. Di awal proses perekrutan karyawan saja sudah harus melalui proses yang panjang, mulai dari pemasangan info lowongan pekerjaan, interview, melakukan serangkaian tes, seleksi hingga pengambilan keputusan diterima atau tidak, bahkan jika sampai diterima maka proses masih berlanjut dengan melakukan training kerja, masa orientasi karyawan, memberikan seragam hingga upah. Jika pada akhirnya karyawan tersebut melakukan ghosting alias mangkir, bisa dibayangkan betapa banyak kerugian materi, tenaga dan waktu yang dialami oleh perusahaan. Bukan hanya itu saja, operasional perusahaan pun bisa terganggu.
Agar tidak terjadi tindakan ghosting di tempat kerja, sebaiknya karyawan mau menyampaikan kesulitan yang dialami pada perusahaan. Perusahaan pun harus lebih terbuka dengan segala aspirasi dari seluruh karyawannya. Komunikasi yang baik antara karyawan dan perusahaan adalah kunci utamanya. Dukung dengan Fingerspot.iO yang telah dibekali fitur-fitur pendukung komunikasi kerja seperti fitur Absensi kehadiran online, Pengajuan izin yang fleksibel, Konfirmasi persetujuan dalam hitungan detik, Transaksi penggajian yang mudah, Kirim berbagai pengumuman, Tandai kunjungan kerja karyawan, Pantau lokasi karyawan di berbagai tempat, hingga fitur Panic Button yang memungkinkan komunikasi cepat saat karyawan dalam keadaan darurat.